Apakah kotoran hewan itu najis?
Ada beberapa point yang perlu dipahami.
Pertama:
Ada hadits dari Anas, ketika segerombolan orang datang dari ‘Ukel atau dari ‘Uraynah, disebutkan dalam hadits,
فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk meminum kencing dan susu dari unta perah.” (HR. Bukhari no. 233)
Jika susu unta boleh diminum, maka kencingnya pula demikian dan itu disebutkan bersamaan dalam satu konteks. Kita ketahui bahwa unta adalah di antara hewan yang halal dimakan. Hadits ini jadi dalil dari ulama yang menyatakan sucinya kotoran atau kencing hewan yang halal dimakan.
Kedua:
Ada hadits pula dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau ditanya mengenai hukum shalat di kandang kambing,
صَلُّوا فِيهَا فَإِنَّهَا بَرَكَةٌ
“Silakan shalat di kandang kambing, di sana mendatangkan keberkahan (ketenangan).” (HR. Abu Daud no. 184 dan Ahmad 4: 288. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
Imam Syafi’i menambahkan, kambing mendatangkan ketenangan dan keberkahan. Ketika ada yang shalat di kandang kambing, hewan itu tidak mengganggu dan tidak memutus shalat orang yang shalat. Dalam hadits ditunjukkan bolehnya shalat di kandang kambing dan tidak boleh shalat di kandang unta. Demikian disebutkan dalam ‘Aunul Ma’bud, 1: 232.
Hadits di atas juga jadi dalil tidak najisnya kotoran kambing. Karena orang yang shalat di kandang kambing masih boleh. Padahal di kandang tersebut tak lepas dari kotoran. Kambing adalah hewan yang halal dimakan. Maka dari sini para ulama men-generalisir bahwa kotoran hewan yang halal dimakan itu suci, tidak najis.
Ketiga:
Kaedah yang mesti dipahami, “Hukum asal segala sesuatu adalah suci.”
Imam Asy Syaukani menyatakan,
أَنَّ الأَصْلَ فِي كُلِّ شَيْءٍ أَنَّهُ طَاهِرٌ
“Hukum asal segala sesuatu adalah suci.” (Ad Daroril Mudhiyyah, hal. 57)
Ketika Imam Asy Syaukani ingin menunjukkan tidak semua kotoran hewan itu najis, beliau menambahkan penjelasan penting,
لأن القول بنجاسته يستلزم تعبد العباد بحكم من الأحكام والأصل عدم ذلك والبراءة قاضية بأنه لا تكليف بالمحتمل حتى يثبت ثبوتا ينقل عن ذلك
“Jika dikatakan bahwa sesuatu itu najis, maka ini berarti membebani hamba dengan suatu hukum. Oleh karenanya, hukum asalnya, seseorang hamba terbebas dari beban dan seorang hamba tidak dibebani kewajiban dengan sesuatu yang masih kemungkinan (muhtamal) najis atau tidaknya sampai ada dalil yang menyatakan dengan jelas bahwa itu najis.” (Ad Daroril Mudhiyyah, hal. 57)
Keempat:
Ulama Malikiyyah, Hambali dan salah satu pendapat dalam madzhab Syafi’i menyatakan bahwa kotoran hewan yang halal dimakan adalah suci. Dalil yang digunakan adalah dalil yang telah disebutkan di atas.
Sedangkan ulama Hanafiyah, pendapat madzhab Syafi’i, seluruh kontoran hewan itu najis baik hewan yang halal dimakan ataukah hewan yang tidak halal dimakan.
Kesimpulannya, hukum asal segala sesuatu itu suci. Kotoran hewan yang haram dimakan itu najis sedangkan kotoran hewan yang halal dimakan itu suci.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Ad Daroril Mudhiyyah Syarh Ad Durorul Bahiyyah, Al Imam Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1432 H.
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait.
‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Syaikh Abu ‘Abdirrahman Saroful Haqq Muhammad Asyrof Ash Shidiqiy Al ‘Azhim Abadiy, terbitan Darul Fayha’, cetakan pertama, tahun 1430 H.
—
Selesai disusun di Pantai Gesing, Girikarto, Gunungkidul, 26 Jumadal Ula 1436 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com